Fitri Afandi 24
Desember 2015
D1813034
Preservasi Digital
Terhadap Naskah Kuno Di Badan Arsip Dan
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah
Oleh : Fitri Afandi
Oleh : Fitri Afandi
ABSTRAK
Artikel
ini membahas kegiatan preservasi digital yang dilakukan terhadap naskah kuno di
ruang naskah Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Masalah
yang dikaji yaitu strategi preservasi digital yang dilakukan, kendala yang ada
dan solusi untuk mengatasinya serta bagaimana pemanfaatan koleksi tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil
dari penelitian ini adalah kegiatan preservasi digital yang telah dilakukan
adalah preservasi teknologi, penyegaran dan migrasi. Kegiatan ini masih
dilakukan secara sederhana karena adanya beberapa kendala yang menghambat
seperti kebijakan dan anggaran khusus serta kurangnya SDM. Walaupun begitu
naskah kuno bentuk digital tetap dapat dimanfaatkan oleh peneliti, serta
masyarakat umum.
Kata
kunci : Preservasi Digital, Naskah kuno, Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah
Provinsi Jawa Tengah
PENDAHULUAN
Saat
ini manusia hidup di era digital, di mana hampir seluruh kebutuhan informasi
mereka dapat dengan mudah diakses melalui teknologi digital. Informasi, sebelum
saat ini dapat ditulis/direkam melalui kulit binatang, batu, dan kertas
(Amsyah, 2010: 26). Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, informasi dapat
dituangkan dalam bentuk/media lainnya yaitu bentuk/media digital. Dokumen yang
tidak berbentuk digital pun pada akhirnya harus didigitalisasi untuk menjaga
agar informasi yang terkandung di dalamnya dapat terus dimanfaatkan dan
digunakan untuk jangka waktu yang lama. Kegiatan ini disebut dengan kegiatan
preservasi dokumen/bahan pustaka. Menurut Barthos (2003: 314) preservasi adalah
suatu kegiatan yang mencakup semua aspek usaha untuk melestarikan bahan pustaka
dan arsip termasuk di dalamnya kebijakan pengolahan keuangan, ketenagaan
metode, dan teknik penyimpanannya.
Preservasi
dilakukan pada bentuk asli bahan pustaka atau arsip yang dikoleksi oleh sebuah
lembaga/perusahaan tertentu. Salah satunya adalah terhadap naskah
kuno/manuskrip dan buku lama bernilai tinggi yang merupakan peninggalan dari
generasi masa lampau. Sebuah dokumen yang bentuknya rapuh seperti
manuskrip/naskah kuno harus dialihmediakan atau diformat ulang untuk
memperpanjang umur dari dokumen tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah bentuk atau format dokumen tersebut ke dalam bentuk digital. Setelah
manuskrip/naskah kuno berubah menjadi dokumen yang berbentuk digital pun,
sangat mungkin untuk terjadi kerusakan. Bahkan, ketika sebuah dokumen beralih
menjadi dokumen digital, resiko kerusakannya justru semakin tinggi. Oleh sebab
itu kegiatan preservasi juga perlu dilakukan terhadap dokumen-dokumen yang
berbentuk digital. Kegiatan ini disebut juga kegiatan preservasi digital.
Menurut Pendit (2008: 248) Preservasi digital adalah kegiatan terencana dan
terkelola untuk memastikan agar bahan digital dapat dipakai selama mungkin.
Preservasi digital juga meliputi upaya memastikan agar materi digital tidak
bergantung pada kerusakan dan mencakup dari berbagai bentuk kegiatan mulai dari
kegiatan sederhana menciptakan tiruan (copy) sampai kegiatan
transformasi digital yang cenderung rumit.
Preservasi
digital dapat dilakukan dengan 6 strategi. Kegiatan yang (1) pertama adalah
Preservasi Teknologi yang merupakan bentuk pemeliharaan dan perawatan terhadap hardware
dan software yang menyimpan segala sumber digital. (2) Kedua adalah
Penyegaran (refreshing) yaitu penyalinan dari satu media ke media lain
(Deegan dan Tanner dalam Apriani, 2010). (3) Ketiga adalah Migrasi dan Format
Ulang, yaitu pemindahan materi digital secara berkala dari satu generasi
computer ke generasi yang lebih mutakhir (Borghoff dan Rodig dalam Nelisa,
2013). Strategi (4) keempat adalah Emulasi (Emulation), yaitu proses
penyegaran di luar sistem. (5) Kelima adalah Arkeologi Data (Data
Archaeology), yaitu penggalian sebuah media digital untuk mengetahui isi
informasinya. Strategi yang terakhir yaitu (6) keenam adalah Alih Media ke
bentuk analog (Output to Analogue Media) merupakan kegiatan mengubah
data yang berbentuk digital ke dalam bentuk analog, terutama materi digital
yang sulit diselamtkan dengan cara lain di atas (Pendit, 2008: 253-254).
Beberapa strategi preservasi yang dijelaskan dari para ahli tersebut yang
kemudian menjadi teori atau acuan dasar peneliti dalam melakukan penelitian
ini.
Badan
Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah (Barpusda) merupakan lembaga
kearsipan yang bertugas menangani arsip dan sekaligus sebagai tempat
bermuaranya arsip dari lembaga/perusahaan di Jawa Tengah. Selain arsip-arsip
perusahaan/lembaga, Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah
(Barpusda) juga menyimpan beberapa arsip Manuskrip Kuno yang sudah
dialihmediakan ke bentuk digital, baik milik dari perorangan ataupun lembaga.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti kegiatan preservasi digital
manuskrip/naskah kuno di Barpusda Jateng, dengan judul Preservasi Digital
Terhadap Naskah Kuno/Manuskrip di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi
Jawa Tengah yang selanjutnya dilakukan dalam penelitian ini.
Penelitian
ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode
studi kasus. Studi kasus merupakan kajian mendalam tentang peristiwa,
lingkungan, dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau memahami
sesuatu (Sulityo-basuki, 2006: 113).
PEMBAHASAN
Kegiatan
Preservasi Digital di Ruang Preservasi Barpusda Jateng
Kegiatan
preservasi digital di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah
dilakukan secara terus-menerus setiap tahunnya mulai dari tahun 2006, dan
sampai sekarang kegiatan ini masih dilakukan. Kegiatan preservasi digital
dilakukan setelah proses digitalisasi selesai dilaksanakan.
Kegiatan
preservasi digital terhadap naskah kuno/manuskrip dilakukan terhadap arsip
naskah kuno/manuskrip yang masih berbentuk kertas dan arsip naskah kuno yang
sudah berbentuk mikrofilm. Untuk naskah yang masih berbentuk kertas, yang lebih
diutamakan adalah naskah yang bentuknya sudah rapuh/rusak. Sedangkan untuk yang
mikrofilm, diutamakan untuk naskah yang tidak terbaca gambar atau tulisannya di
micro reader. Kegiatan alih media (digitalisasi) dari bentuk fisik ke
bentuk mikrofilm sudah dilakukan sejak tahun 1992, dan seiring dengan
berjalannya waktu dan teknologi semakin maju, maka naskah yang sudah
dimikrofilmkan juga harus dialihmediakan ke dalam bentuk CD agar lebih mudah
digunakan, hanya membutuhkan komputer untuk membacanya, dan tidak membutuhkan micro
reader. Ketika mokrofilm yang dibuat dialihmediakan ke dalam bentuk CD,
maka mulai dari situ lah preservasi digital harus direncanakan. Karena seiring
dengan kemajuan teknologi maka file digital yang tersimpan dalam CD harus
dipindahkan lagi ke hard disk. Oleh sebab itu, kegiatan preservasi
digital merupakan kegiatan yang berkelanjutan yang mengikuti kemajuan teknologi
setiap masanya.
Proses
Digitalisasi
Sebelum
melakukan kegiatan preservasi digital, naskah kuno/manuskrip yang tercipta
dalam bentuk kertas harus terlebih dahulu dijadikan ke dalam bentuk digital
yang disebut juga dengan proses digitalisasi. Proses digitalisasi harus
dilakukan proses seleksi naskah terlebih dahulu untuk mengetahui mana yang
harus didahulukan. Koleksi yang didahulukan pada saat proses
digitalisasi adalah koleksi naskah yang sudah rapuh dan rusak. Koleksi difoto
dengan kamera lalu hasilnya dimasukkan ke dalam komputer yang kemudian diolah.
Selain naskah yang sudah rusak, proses digitalisasi juga dilakukan terhadap
naskah yang tersimpan di dalam CD yang dulunya adalah alih media dari
mikrofilm. Naskah diseleksi mana yang tidak terbaca yang kemudian dilakukan
digitalisasi ulang. Kebanyakan beberapa hasil CD hasil alih media mikrofilm
tersebut sulit terbaca ketika dilihat dari komputer. Oleh sebab itu, naskah
digital yang kondisi digitalnya kurang baik perlu didigitalisasi ulang agar
dapat terbaca.
Pengolahan
Naskah Setelah Digitalisasi
Setelah
dilakukan pemotretan terhadap naskah-naskah yang perlu didigitalisasi, maka
langkah selanjutnya adalah mengolah gambar tersebut dengan menggunakan
komputer. Pemotretan yang dilakukan adalah semua halaman yang rusak sampai
selesai. Setelah sisi kiri dan kanan dimasukkan ke dalam berkas yang berbeda,
barulah dilakukan penggabungan file foto sisi kiri dan kanan naskah. Setelah
naskah digital digabungkan dan menjadi file naskah yang lengkap, maka format
mereka adalah JPG karena merupakan hasil foto. Format ini ukurannya terlalu
besar, sehingga harus diubah format menjadi PDF. Format PDF digunakan agar
naskah tidah mudah untuk dimanipulasi dan tetap terlindungi seperti diberi footer
atau password. File digital naskah diperkecil untuk memudahkan dalam
penggunaan agar computer tidak cepat hang.
Kegiatan
Preservasi Digital
Setelah
kegiatan digitalisasi naskah selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah
melakukan perawatan atau preservasi terhadap naskah tersebut. Peneliti
menemukan bahwa dalam kegiatan preservasi yang dilakukan Badan Arsip dan
Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah terhadap naskah kuno/manuskrip adalah:
a.
Preservasi Teknologi
Preservasi
Teknologi adalah kegiatan perawatan secara seksama terhadap semua perangkat
keras dan lunak yang dipakai untuk membaca, mengolah atau menjalankan sebuah
materi digital tertentu. Materi dapat hilang atau mungkin tidak dapat dipakai
lagi apabila mesin yang berupa hardware dan program yang berupa software
kadaluwarsa (Pendit, 2008: 253). Badan Asip dan Perpustakaan Daerah Provinsi
Jawa Tengah melakukan kegiatan preservasi teknologi terhadap hardware dan
software yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan naskah kuno/manuskrip yang
sudah didigitalisasi. Hardware yang digunakan adalah komputer dengan
sistem operasi Windows, sedangkan untuk softwarenya adalah File Basic
Renamer yang digunakan untuk pemberian nomor, nama, penggabungan file,
pengecilan ukuran file, dan alih format dari JPG ke PDF.
Preservasi
teknologi yang dilakukan adalah terhadap naskah kuno/manuskrip yang sudah
didigitalisasi. Naskah yang sudah didigitalisasi tersimpan di CD, mikrofilm,
dan hard disk. Naskah yang tersimpan berjumlah sekitar 725 keping pada
CD da, 1 CD dapat memuat 20 judul, dan 250 roll pada mikrofilm, dan ada juga
yang tersimpan di hard disk eksternal. Hard disk eksternal yang dipakai
adalah merk WD dengan kapasitas penyimpanan 1 terrabyte. Untuk saat ini,
sebagian besar koleksi naskah kuno yang tersimpan di dalam CD dan microfilm
sudah banyak yang dipindahkan ke dalam hard disk eksternal, kecuali jika
ada naskah baru yang belum didigitalisasi.
b.
Penyegaran (Refreshing)
Strategi
yang selanjutnya adalah penyegaran. Kegiatan penyegaran (refreshing)
merupakan kegiatan yang paling mudah untuk diimplementasikan. Karena kegiatan
ini tidak memerlukan banyak biaya, hanya saja menghabiskan banyak waktu
mengingat banyaknya koleksi yang ada. Kegiatan penyegaran dilakukan pada
koleksi naskah yang sudah tersimpan di dalam CD, disket, atau hard disk.
Kegiatan preservasi ini penting karena sifat media penyimpanan yang semakin
hari semakin mengalami pesatnya perkembangan teknologi. Untuk menghindari
kehilangan data karena tempat penyimpanan yang tidak layak, maka perlu
dilakukan penyegaran.
Kegiatan
penyegaran ini memang membutuhkan waktu yang lama, karena harus menyalin dari
CD yang jumlahnya 700-an ke dalam hard disk eksternal. Setelah itu naskah yang
jumlahnya mencapai 300-an di dalam hard disk yang mencapai ukuran kurang
lebih 885 gigabyte tersebut, harus disalin lagi ke hard disk
eksternal lain milik pihak IT sebagi back-up. Penyalinan ini membutuhkan
waktu berhari-hari. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah pengguna karena
tidak harus melihat naskah aslinya. Kegiatan penyegaran juga dianggap efektif
karena penyalinan data yang dilakukan bersifat keseluruhan tanpa mengubah
konten data sedikit pun, sehingga setelah dipindahkan, data akan terlihat sama.
Untuk saat ini, kegiatan penyegaran (refreshing) adalah kegiatan
preservasi digital yang paling cocok digunakan di Badan Arsip dan Perpustakaan
Daerah Provinsi Jawa Tengah.
c.
Migrasi (Migration)
Kegiatan
migrasi menurut Borghoff dan Rodig dalam Ramadhaniati (2012: 46) adalah
pemindahan materi digital secara berkala dari satu konfigurasi
hardware/software ke konfigurasi lainnya atau dari satu generasi komputer ke
generasi yang lebih mutakhir. Kegiatan migrasi pada arsip digital yang
dilakukan di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah adalah
arsip yang sudah didigitalisasi ke dalam bentuk hard disk eksternal.
Koleksi tersebut merupakan koleksi yang mulanya berbentuk CD kemudian
dipindahkan ke dalam hard disk eksternal. Selain itu, kegiatan migrasi
dilakukan karena perubahan software yang awalnya menggunakan Windows dan
sekarang menggunakan Macintosh. Karena software yang biasa digunakan
dalam mengolah file digital di komputer Windows sekarang tidak bisa digunakan
lagi pada Macintosh.
Pada
kegiatan migrasi ini tidak begitu mengalami kesulitan, hanya saja perlu
dilakukan adaptasi pada sistem operasi (hardware) yang baru. Karena
sistem operasi yang baru yaitu menggunakan Macintosh harus menggunakan Adobe
Acrobat Professional. Selain migrasi adaptasi yang dilakukan, kegiatan
migrasi juga dilakukan untuk formatting yaitu mengubah suatu format file
digital dari satu format ke format yang lain, dalam hal ini yang dilakukan
adalah mengubah format file digital JPG menjadi format PDF. Setelah itu, ukuran
dari file tersebut juga harus diperkecil menggunakan software yang sama
agar lebih mudah dalam pengunduhan.
Kendala Preservasi di
Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah
Kegiatan
preservasi digital terhadap manuskrip/naskah kuno yang dilakukan di Badan Arsip
dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah berdasarkan penelitian ini
memiliki beberapa kendala yang menurut peniliti harus diperbaiki untuk
mengoptimalkan kinerja preservasi digital tersebut. Kendala-kendala tersebut
adalah:
1.
Kebijakan
Setiap organisasi atau lembaga pasti
memiliki kebijakan untuk mengatur seluruh kegiatan yang ada di organisasi
tersebut. Kebijakan tersebut dibuat untuk memberikan batasan dan acuan dari
kegiatan yang harus dilaksanakan agar sesuai dengan tujuan.
Tidak adanya kebijakan baku mengenai
preservasi digital mengakibatkan kesulitan dalam melakukan kegiatn preservasi
digital pada setiap lembaga kearsipan. Akibatnya lembaga kearsipan (Barpusda
Jateng) harus membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) sendiri. Hal ini
sangat disayangkan mengingat kegiatan preservasi yang sangat penting. Walaupun
naskah kuno/manuskrip telah diperbaiki apabila rusak, tetapi kebijakan secara
mendetail tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa kurangnya perhatian terhadap
kegiatan preservasi digital.
2.
Anggaran
Dalam melakukan setiap kegiatan
dalam suatu lembaga atau organisasi pasti membutuhkan anggaran dana, termasuk
kegiatan preservasi. Kegiatan preservasi digital dilakukan untuk menyelamatkan
dan memperpanjang usia arsip yang berbentuk digital. kegiatan ini tentunya
membutuhkan dana yang cukup banyak mengingat alat-alat yang digunakan adalah
alat digital. ketersediaan dana juga akan berpengaruh pada kualitas dan pilihan
strategi yang baik untuk preservasi
digital.
Berdasarkan wawancara tersebut bisa
disimpulkan bahwa informan melakukan kegiatan preservasi dengan menyesuaikan
keadaan keuangan. Karena untuk melakukan strategi preservasi digital yang baik
membutuhkan anggaran yang banyak. Meskipun begitu, masih ada strategi lain yang
murah yang bisa dipilih untuk melakukan kegiatan preservasi. Hanya saja
membutuhkan waktu yang lama. Karena tidak mau bergantung kepada ada dan
tidaknya anggaran untuk preservasi ini, informan yang tidak lain adalah petugas
preservasi tetap melakukan kegiatan preservasi seadanya dan sebisa mungkin.
Melalui upaya yang sederhana namun dijalankan dengan kontinuitas dan teliti,
informan berharap dapat menjalankan kegiatan preservasi dengan baik.
3.
Sumber Daya Manusia
Salah satu bagian yang penting dalam
menjalankan suatu kegiatan adalah sumber daya manusia. Karena merekalah yang
bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Sumber daya manusia dalam hal
preservasi digital ini adalah petugas atau pengelola ruang preservasi yang
menjalankan semua kegiatan preservasi. Dari segi kuantitas SDM yang mengelola
ruang preservasi tergolong kurang, karena yang bertugas hanya ada 3 (tiga)
orang. Sedangkan arsip yang harus dikerjakan jumlahnya sangat banyak. Sehingga
harusnya membutuhkan SDM yang banyak pula.
Dengan jumlah petugas tiga orang,
mereka harus menyelesaikan pekerjaan mereka. Padahal kegiatan preservasi juga
sangat banyak dan membutuhkan waktu yang lama. Petugas harus melakukan
digitalisasi terlebih dahulu dengan memotret ulang arsip-arsip rusak dan tidak
terbaca yang jumlahnya ratusan judul. Padahal dalam satu judul/naskah terdapat
ratusan halaman juga. Dan itu harus difoto satu per satu. Kemudian mereka harus
memindahkan dari satu tempat penyimpanan ke tempat penyimpanan yang lain.
Setelah naskah tersebut difoto, maka hasilnya dimasukkan ke dalam komputer
untuk diolah yaitu digabungkan dengan menggunakan File Basic Renamer. Kemudian
file arsip yang berbentuk JPG harus dialihformatkan ke dalam bentuk PDF. Dan
kegiatan terakhir adalah memperkecil ukuran file tersebut agar lebih mudah
dalam pengunduhan.
Dari segi kualitas, petugas di
preservasi sudah memenuhi standar. Karena mereka sudah mampu mengerjakan
berbagai macam strategi dalam preservasi digital ini. Selain itu, petugas yang
sekaligus dari informan sudah sering mengikuti beberapa pelatihan di tingkat
pusat terkait dengan kegiatan preservasi baik konvensional maupun digital.
PENUTUP
Simpulan
Dari
penelitian yang dilakukan serta menganalisis data-data yang terkumpul, maka
peneliti dapat menarik kesimpulan, bahwa:
1.
Preservasi digital terhadap naskah
kuno/manuskrip dilakukan untuk materi digital berupa mikrofilm, CD, dan hard
disk eksternal.
2.
Badan arsip dan Perpustakaan Daerah
Provinsi Jawa Tengah melakukan 3 (tiga) strategi preservasi digital
terhadap naskah kuno/manuskrip yaitu
Preservasi Teknologi, Penyegaran (refreshing), dan Migrasi atau Format
Ulang.
3.
Preservasi teknologi yang dilakukan
adalah dengan merawat hardware dan software yang digunakan untuk
mengolah dan menyimpan materi digital. Penyegaran yang dilakukan adalah
memindahkan materi digital dari satu media ke media lain, yaitu yang mulanya
berbentuk microfilm diubah ke bentuk CD, selanjutnya dipindah lagi ke hard disk
eksternal. Hal ini dilakukan karena mengikuti alat pembaca (hard ware dan
software) yang terbaru. Kemudian Migrasi yaitu pemindahan materi digital ke
media elektronil yang lebih mutakhir, dalam penelitian ini adalah yang mulanya
menggunakan software Windows harus dipindah ke software Macintosh
karena menyesuaikan hardware yang disediakan.
4.
Kendala yang dihadapi dalam kegiatan
prservasi digital ini diantaranya adalah kurangnya anggaran untuk kegiatan
preservasi ini, tidak adanya kebijakan baku untuk pelaksanaan teknis preservasi
digital sehingga mengharuskan membuat SOP sendiri, dan kurangnya Sumber Daya
Manusia yang membantu sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam penyelesaiannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amsyah,
Zulkifli. 1991. Manajemen Kearsipan. Jakarta: Gramedia.
Apriani,
Devi. 2010. Kegiatan Preservasi Arsip Foto di Museum Benteng Verdeburg
Yogyakarta. Skripsi. FAI: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta.
Barthos,
Basir. 2003. Manajemen Kearsipan: untuk Lembaga Negara, Swasta, dan
Perguruan Tinggi. Jakarta: Bumi Aksara.
Nelisa,
Marta. 2013. “Pelestarian Naskah-naskah Kuno di Museum Nagari Adtyawarman
Sumatera Barat”. Jurnal. FBS: Universitas Negeri Padang, Padang.
Pendit,
Putu Laxman. 2008. Perpustakaan Digital: Dari A Sampai Z. Jakarta: Citra
Karyakarsa Mandiri.
Ramadhaniati,
Resti. 2010. Perawatan Buku Lama di Ruang Naskah Perpustakaan Universitas
Indonesia. Skripsi. FIB: Universitas Indonesia, Depok.
Sulistyo-Basuki.
2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar