Selasa, 29 Desember 2015

RESENSI BUKU CALA IBI


MIFTAKHURROHMAH 
D1813048 
PERPUSTAKAAN B



1.      Identitas buku
CALA IBI oleh Nukila Amal

2.       Judul resensi
Realita dan Eksistensi Mimpi

3.      Data buku
a. Judul buku:        CALA IBI

b. Pengarang:        Nukila Amal

c. Penerbit:            PT. Gramedia Pustaka Utama

d. Tahun terbit:     Cetakan Pertama Maret 2004, Cover Baru 2015

e. Tebal buku:                    277 Halaman

f. Harga buku: Rp 50.000,-

4.      Ikhtisar Isi resensi buku
Cala Ibi adalah cerita tentang mimpi. Mimpi yang tumpang tindih. Mimpi yang tidak hanya satu lapis, tapi berlapis-lapis, dan semua lapisan adalah kesatuan. Sebuah pesan yang harus diterjemahkan oleh si empunya mimpi, sekaligus tokoh utama cerita ini, yaitu Maya Amanita. Gadis bernama Maya yang selalu merasa memiliki kembaran bernama Maia. Sama pengucapan, beda penulisan dan makna. Yang satu berarti ‘semu’ atau ‘tak nyata’, yang lain berarti ‘ibu malam’. Dua makna yang secara tersirat membentuk inti cerita, yaitu mimpi. Sesuatu yang biasanya muncul di malam hari, dan sering dianggap tak nyata, atau semu. Hanya bunga tidur, atau reaksi alam bawah sadar (kata Freud dalam teori laten nya). Alur cerita yang berganti ganti serta lompatan-lompatan waktu yang kadang cukup jauh, akan sedikit membingungkan di awal. Dari kehidupan nyata seorang Maya, lalu berganti bab tentang Maia yang lain. Dua pribadi yang tinggal di dua alam yang berbeda, masing-masing berusaha saling mengartikan apa makna dan kaitan peristiwa yang terjadi di dunia masing-masing. Meski porsi lebih banyak diberikan untuk dunia mimpi Maia, namun dunia nyata milik Maya pun hadir untuk memberi clue tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam psikologi seorang Maya, penduduk asli dari Maluku yang harus mengungsi ke Jakarta karena kerusuhan yang terjadi di kampung halamannya. Mimpi bagi Maya adalah sebuah cara untuk menemukan jati diri dan jawaban tentang kampung halamannya yang porak poranda. Bagaimanapun baik dan suksesnya kehidupan di ibu kota, seorang perantauan tetaplah manusia yang akan selalu rindu kampung halaman, tak peduli apakah wajah tanah asal tak lagi seindah di ingatan.

5.      Kelebihan dan kekurangan buku
Pilihan kata yang digunakan mengingatkan saya pada prosa liris. Prosa dengan bahasa puisi. Meski buku ini tidak terlalu tebal, namun saya menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya. Bahasa puisi membuat pembaca akan berfikir lebih dalam dari biasanya, karena selain membaca dan mengkaitkan alur cerita, kita juga ditantang untuk mengerti tentang makna dari satu-satu kalimat yang membetuk satu paragraf Dari keseluruhan cerita. Keabstrakan cerita justru menjadi poin plus yang membuat buku ini tidak mudah ditebak sampai akhir. Bahkan saya pun ditinggalkan dengan tanda tanya besar menggantung di udara saat menyelesaikan Cala Ibi.

Saya tidak akan menyebutkan kelemahan dari buku yang saya sendiri masih berusaha untuk menelaah. Apalagi buku ini seperti penyegar, menawarkan cara bercerita dan tema yang lain dari biasanya. Jikapun, sampai akhir kata, anda tidak juga dapat menarik kesimpulan, itu adalah daya tarik tersendiri dari Cala Ibi dan Nukila Amal. Beberapa hal memang tidak harus tersedia jawabannya. Bisa jadi Nukila Amal memang tidak ingin menyimpulkan, karena bagaimanapun kehidupan tidak pernah memiliki final, semuanya mengalir, tanpa awal tanpa akhir. Hal ini saya simpulkan setelah mengamati bahwa dalam Cala Ibi, simbol angka 8 memiliki posisi yang cukup crucial. Angka 8, seperti kita tahu adalah simbol ‘infinity’, tak terbatas, tak bermula, tak berakhir, suatu siklus yang berkesinambungan, tak terputus. Di beberapa budaya, angka 8 adalah simbol reinkarnasi.

6.      Penutup resensi buku
Secara keseluruhan, buku ini mampu menarik perhatian dari sisi judul serta cover buku dengan ilustrasi jamurnya. Jamur yang dibelah dua, satu berwarna, satu hitam. Seperti jika kita berkaca. Dua wajah, yang satu nyata, yang satu entah. Ceritanya pun berbobot, dan bukan pilihan yang tepat bagi anda yang lebih suka genre pop. Cala Ibi bisa jadi pilihan yang tepat bagi mereka penikmat sastra. Tak perlu bersitegang tentang makna cerita yang sedikit agak kabur di akhir paragraf. Masing-masing pembaca akan memiliki versi nya sendiri, dan saya yakin tidak satupun yang salah. Buku ini seperti menguji sebuah moto yang sering diutarakan manusia, yang penting bukan hasil akhirnya, namun proses menuju akhir itu sendiri. Yang penting bukan ending ceritanya, namun proses memaknai kisah hingga halaman terakhir. Itulah yang butuh kerja keras dan kesabaran. Selamat membaca!
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar